Majalis Logo Tentang Kami

Gambar Perayaan Kemerdekaan Indonesia di Palestina (Sumber : Laman Facebook Bang Onim)

Amanat Konstitusi : Palestina Merdeka Harga Mati!

Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra

Pada tahun 2020, ada beberapa peristiwa yang cukup menggetarkan bagi kaum muslimin. Peristiwa itu adalah normalisasi beberapa Negara Muslim Arab dengan Negara Zionis Israel. Peristiwa ini tentu mengguncang rasa kemanusiaan kita. Lambat laun beberapa negara juga mulai membuka kantor kedutaan mereka di Yerussalem, sebagai bentuk dukungan terhadap negara Israel. Maka jelaslah tindakan seperti ini bertolak belakang dengan prinsip kemanusiaan yang digaungkan berkali-kali. 

Peristiwa ini juga menyadarkan kita, bahwa betapa lemahnya negara-negara muslim, termasuk Indonesia. Negara kita hanya bisa mengutuk, tanpa ada tindakan yang jelas di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Hal ini karena kita bukan dianggap negara yang digdaya. Kondisi yang sama juga terjadi ketika kita melihat saudara-saudara kita yang ditindas di negeri India dan Tiongkok. Sekali lagi, kita hanya bisa mengucap kata prihatin, yang menggertak pun tidak. 

Diawali pada momentum tahun 1924-an yang menambah lengkap musibah di tengah umat Islam. Kekhalifahan Turki Utsmani tumbang. Ini menandakan bahwa negara muslim terbesar yang menjadi benteng umat Islam runtuh. Akibatnya, dimana-mana tempat, umat Islam mengalami penindasan oleh kolonialisme Eropa dan Timur Jauh. Nusantara adalah salah satu wilayah yang akhirnya melemah. Para kesultanan yang menjalin hubungan dengan Turki Utsmani berangsur dapat dikalahkan. Maka era kesultanan mulai memudar pada awal tahun 1940-an. Namun, para pejuang kita tidak patah arang. Dengan semangat ukhuwwah Islamiyyah, para ulama kita mengirim delegasi ke negara-negara Arab yang baru dibentuk untuk saling memberi dukungan.

Komitmen ini semakin diperkuat dengan adanya gagasan Pan-Islamisme yang dicetuskan oleh Syeikh Jamaluddin Al-Afghani. Semangat pembaharuan Islam dari segi politik ini pulalah yang menginspirasi banyak tokoh untuk membentuk organisasi dan partai dari gagasan tersebut. Kita mengenal Imam Hasan Al-Banna dari Ikhwanul Muslimin yang dengan gerakan revolusionernya menyuarakan kebebasan di Mesir. Ikhwanul Muslimin pula yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia sampai melakukan demonstrasi di depan kedutaan Belanda di Kairo. 

Tokoh-tokoh pembaharu Mesir juga sering bertukar pikiran dengan para founding parents seperti Moh Natsir, Haji Agus Salim, A.R. Baswedan. Para Tokoh tersebut sering melakukan kontak dengan negara-negara Timur Tengah. Hal ini tidak bisa dipungkiri, bahwa jalinan hubungan negara-negara Timur Tengah dan Melayu adalah karena kesamaan agama, yakni Islam. Para ulama Nusantara yang memiliki rantaian keilmuan yang sama pula semakin memudahkan lobi politik antarbangsa. Maka dari hasil lobi tersebut, beberapa negara Arab akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia seperti Mesir, Lebanon, Arab Saudi dan Turki. Hal ini diungkapkan oleh Abdul Harris Nasution :

Karena itu tertjatatlah, bahwa negara-2 Arab jang paling dahulu mengakui RI dan paling dahulu mengirim misi diplomatiknja ke Jogja dan jang paling dahulu memberi bantuan biaja bagi diplomat-2 Indonesia di luar negeri. Mesir, Siria, Irak, Saudi Arabia, Jemen,memelopori pengakuan de jure RI bersama Afghanistan dan Iran Turki mendukung RI. Fakta-2 ini merupakan hasil perdjuangan diplomat-2 revolusi kita. Dan simpati terhadap RI jang tetap luas di negara-2 Timur Tengah merupakan modal perdjuangan kita seterusnja, jang harus terus dibina untuk perdjuangan jang ditentukan oleh UUD ’45: “ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Tak ketinggalan pula negara Palestina, yang turut serta memberikan dukungan. Dukungan itu disampaikan oleh Mufti Agung Yerusalem, Amin Al-Husseini melalui siaran radio berbahasa Arab. Walaupun pada saat itu masih berada di bawah jajahan Britania Raya. Pada saat itu pula adalah masa-masa awal bersitegang dengan pengungsi Zionis Yahudi dengan negara barunya, Israel. 

Dalam keadaan baru merdeka, Indonesia sudah menjadi inspirasi bagi negara lain untuk bangkit dari keterpurukan. Indonesia akhirnya bisa menggagas gerakan Non Blok, Konferensi Asia Afrika (KAA), dan menjadi penggagas Organisasi Konferensi Islam (OKI). Maka atas dasar itu pula, Indonesia berhutang budi dengan memiliki komitmen untuk berperan aktif menghapuskan penjajahan di atas dunia. Salah satunya ialah mendukung kemerdekaan Palestina dari jajahan Zionis. hal ini disampaikan presiden soekarno pada pidato Upacara Kemerdekaan 17 Agustus 1962, dengan lantang Ir. Soekarno berucap :

Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.

Legasi itu hingga sekarang tetap dipertahankan. Sudah sering kita lihat dimana-mana, campaign lembaga zakat untuk terus berdonasi memberikan bantuan untuk warga Palestina. Komitmen lembaga filantropi Islam bukan sekedar isapan jempol. Ormas dan Lembaga Filantropi Islam bahkan sudah membuat rumah sakit, mengirim kapal kemanusiaan, membuka dapur umum, dan membantu fasilitas pendidikan di bumi para Nabi. 

Selain di lini sosial, gerakan politik untuk menyuarakan palestina juga sudah sering dilakukan. Kampanye boikot berbagai produk yang disinyalir dari Israel atau yang mendukung eksistensi Negara Israel juga sudah sering disampaikan, terutama melalui himbauan para ulama. Para ulama dari berbagai Ormas Islam Indonesia, tidak ketinggalan Wakil Presiden Indonesia yakni Bapak Jusuf Kalla bahkan di undang di Turki dalam rangka konferensi membebaskan Palestina. Dari konferensi tersebut, para tokoh Islam menggelar Acara Aksi Bebaskan Baitul Maqdis pada Jumat, 11 Mei 2018 silam di Monas. Penulis sendiri sedari kecil sudah diajarkan untuk mendukung kemerdekaan Palestina. Hingga berada di lembaga dakwah kampus, sering pula penulis ikut dalam aksi demonstrasi menyuarakan kebebasan Palestina. 

Pengalaman penulis sewaktu bekerja di lembaga amal juga menguatkan opini penulis. Penulis pernah berkeliling hampir satu bulan penuh mendampingi seorang Syeikh dari Tanah Syam itu. Beliau datang atas undangan dari lembaga filantropi Islam di tempat penulis bekerja. Beliau ternyata adalah mantan menteri pendidikan Palestina dan juga seorang tokoh Hamas. Penulis melihat sendiri, bagaimana beliau menjelaskan tentang sejarah Al-Quds dan memberi informasi tentang kebiadaban Zionis Israel disana. Akhirnya, para jamaah yang awalnya kurang wawasan akhirnya memiliki kesadaran untuk membantu perjuangan Palestina. Diantaranya bahkan rela menyumbangkan gelang emas bernilai belasan juta demi membantu perjuangan saudara sesama Muslim disana. Maka dapat dilihat, peran Indonesia dalam upaya kemerdekaan Palestina adalah bukti, bahwa kita adalah bangsa yang tahu balas budi.


Referensi:

Hakiem, Lukman. (2018). Jejak Perjuangan Para Tokoh Muslim Mengawal NKRI. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Hassan, Zein. (1980). Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Latief, Hilman. (2013). Politik Filantropi Islam di Indonesia: Negara, Pasar, dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Suryanegara, Ahmad Mansyur. (2015). Api Sejarah. Bandung: Surya Dinasti.

Aditya, Lip M. (2020). Inilah 8 Negara yang Pertama kali Mengakui Kemerdekaan Indonesia. (https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/08/24/inilah-deretan-negara-yang-pertama-kali-mengakui-kemerdekaan-indonesia

Aksi Cepat Tanggap. (2018). Bebaskan Baitul Maqdis Bergaung dari Indonesia. (https://news.act.id/berita/bebaskan-baitul-maqdis-bergaung-dari-indonesia

Arief, Teuku Muhammad Valdy. (2018). Rizieq Syihab Kunjungi Maroko dan Turki, Bahas Bantuan Palestina. (https://kumparan.com/kumparannews/rizieq-syihab-kunjungi-maroko-dan-turki-bahas-bantuan-palestina/full)

Anthony, Noval Dhwinuari. (2018). Wapres JK Hadiri Aksi Damai untuk Palestina di Turki. (https://news.detik.com/berita/d-4027668/wapres-jk-hadiri-aksi-damai-untuk-palestina-di-turki)


JADWAL MAJELIS KONTEN MAJALIS