Majalis Logo Tentang Kami

Gambar Galian Tambang

Bagaimana Cara Mengelola Batubara yang Benar Menurut Islam?

Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra

Hingga saat ini, penulis masih geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, pemerintah akhirnya mengesahkan UU Omnibus Law yang didalamnya berisi pasal-pasal yang merugikan bangsa Indonesia itu sendiri. Pasal yang menjadi polemik adalah tentang RUU Minerba, bahwa pemerintah akan memperpanjang izin Usaha Pertambangan Khusus tanpa melalui mekanisme lelang. Perizinan tambang menurut undang-undang tersebut akan dialihkan seluruhnya ke pusat. Sehingga daerah tidak memiliki hak untuk memberikan izin, padahal daerah tentu lebih memahami kondisi lahan di daerahnya sendiri. Hal ini ditenggarai juga akan melemahkan otonomi daerah dan memperkuat sentralisasi kekuasaan oleh pemerintah pusat. Khawatir Nya, hal ini malah membuka kesempatan asing untuk merongrong kedaulatan negara kita. Ditambah lagi, izin amdal sebagai syarat membangun sektor produksi mulai dikesampingkan. Tentu hal ini membuka ruang kerusakan lingkungan semakin besar.

Konsepsi pengelolaan tanah di Indonesia sangat-sangat tidak adil. Bayangkanlah bahwa hanya segelintir orang yakni 1 % penduduk Indonesia menguasai 68% tanah. Itu artinya, ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia mencapai 0.68. Hal ini menyebabkan banyak konflik yang berkaitan dengan penguasaan tanah, terutama masalah tambang. Sepanjang tahun 2019 saja, terjadi 279 konflik agraria seluas 734.239,3 hektar berdampak pada 109.042 keluarga. Berdasarkan catatan akhir tahun Konsorsium Pembaruan Agraria/KPA , selama lima tahun tahun terakhir terjadi 2.047 konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pesisir pulau-pulau kecil, pertanian, infrastruktur dan properti. 

Belum lagi permasalahan yang lebih besar yang disebabkan oleh tambang. Penulis mengambil ibrah dari peristiwa banjir di Kalimantan Selatan beberapa waktu yang lalu. Selama berpuluh-puluh tahun tinggal di Kalsel, pada pertengahan Januari 2021 kemarin adalah bencana banjir terparah yang pernah dialami. Sebagian besar kabupaten terdampak, beberapa jembatan penghubung bahkan putus. Tentu banjir ini adalah akumulasi dari dua faktor, curah hujan yang ekstrim dan lahan resapan air berupa hutan yang berubah menjadi lahan sawit dan galian tambang. Akumulasi kerusakan lingkungan itulah yang menyebabkan bencana ini tidak bisa ditanggulangi. 7 dari 13 kabupaten kota di Kalsel menjadi lumpuh.

Pengusaha tambang ini juga bertanggung jawab atas lahirnya oligarki politik. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kebanyakan elite politik di tingkat regional hingga nasional menjadikan bisnis batubara menjadi bisnis favorit. Alasannya adalah sektor batubara yang menyuplai energy tidak mungkin tidak akan laku. Akhirnya, demi melanggengkan dinasti bisnisnya, para pengusaha ini juga turut terjun di sektor perpolitikan. Hasilnya? jumlah izin pertambangan yang diterbitkan, naik dari 750 pada pertengahan tahun 2001 menjadi lebih dari 10 ribu pada tahun 2010, yang merupakan kenaikan 13 kali, hampir setengahnya adalah izin pertambangan batu bara. Sehingga, tidak ada calon pemimpin yang dianggap kuat kecuali ada ‘restu’ pengusaha tambang di belakangnya.

Maka, efek yang kita rasakan dari privatisasi tambang ini kita rasakan baik di sektor lingkungan hingga politik. Sebelum kita memecahkan masalah di atas, marilah kita simak dan amati dengan betul sabda Baginda Nabi Muhammad SAW berikut ini :

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad dari jalur Hiban bin Zaid asy-Syar’abi Abu Khidasy, dari seorang laki-laki sahabat Nabi saw. Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Khathib dalam Mûdhih Awhâm al-Jam’i wa at-Tafrîq, Abu Nu’aim dalam Ma’rifah ash-Shahâbah pada bagian tarjamah Abu Khidasy dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya. Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Ad-Dirâyah fî Takhrîj Ahâdîts al-Hidâyah mengomentari: “Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Abiy Syaibah dan Ibnu ‘Adi. Para perawinya tsiqah.

Para ulama kontemporer menjelaskan bahwa kata ‘api’ pada hadits tersebut adalah energy, mencakup sumber daya alam yang menjadi sumber energinya. Sumber energi bisa berupa gas alam, minyak bumi, batu bara, angin, air, nikel, dan lain sebagainya. Maka berdasarkan hadits tersebut haram hukumnya untuk menjadikan sumber energy dimiliki oleh perseorangan. Hal ini karena dalam fiqih, tiga hal tersebut merupakan kepemilikan umum (al-Milkiyyatul ‘Ammah). Maka dari itu, yang seharusnya mengelola kepemilikan umum adalah lembaga negara. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 2 berbunyi : “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. pada ayat berikutnya, diterangkan pula bahwa negara juga menguasai cabang-cabang produksi yang mengakomodir hajat orang banyak.

Berdasarkan hadits dan amanat undang-undang tersebut, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Wilayah IV Kalimantan sudah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa kegiatan tambang hukumnya adalah haram. Fatwa tersebut dikeluarkan pada 22 Dzulqa’dah 1427 H / 13 Desember 2006 yang secara ringkas menyatakan bahwa segala bentuk penebangan dan pertambangan yang dapat merusak lingkungan hukumnya haram. Hal ini karena bisa merugikan masyarakat dan negara. Semua penghasilan yang didapat dari bisnis tersebut juga tidak sah. MUI memberikan rekomendasi agar para penegak hukum bisa bertindak tegas sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Maka barang tentu, apabila satu hadits dari Baginda Nabi SAW ini diamalkan dengan benar, maka tentu saja akan menghilangkan kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. Bagaimana tidak, apabila semua tambang batu bara dikuasai oleh negara dibawah pengelolaan BUMN, maka tidak ada lagi raja-raja penguasa tambang yang semena-mena. Pembagian kekayaan akan lebih adil dengan jumlah uang beredar yang bergerak di tengah masyarakat. Keuntungan yang didapat oleh negara juga jauh lebih besar, karena keuntungannya haruslah sesuai dengan amanat UUD 45 yakni untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk gundik simpanan pengusaha. 

Ketika paradigma yang dibawa adalah untuk kemakmuran rakyat, maka negara tentunya akan lebih bertanggung jawab dalam mengelola tambang tersebut. Lahan bekas galian tambang tentu lebih bisa direklamasi dan direboisasi. Bukan sekedar dijadikan danau buatan yang mengandung limbah beracun. Apabila ini dijalankan, maka bencana alam seperti banjir dan tanah longsor tentu lebih mudah diantisipasi. Tidak akan ada alasan kekurangan dana karena negara tidak mencari keuntungan dari sana. Negara tidak memikirkan betapa mewah perabotan dan rumahnya, negara haruslah hanya berfikir tentang kemakmuran rakyat. Negara juga harus mempertimbangkan aspek otonomi daerah sebagai komitmen desentralisasi. Agar kesejahteraan bisa terjadi secara merata di seluruh kawasan Indonesia.

Dengan tidak adanya raja-raja tambang lokal, maka setidaknya kondisi perpolitikan kita jauh lebih fairplay. Para calon pemimpin atau wakil rakyat tidak perlu dibayang-bayangi ‘shadow government’. Politik uang tentu akan bisa diminimalisir karena tidak akan ada lagi istilah calon kuat dan calon lemah. Kita sudah tahu,sudah menjadi rahasia umum bahwa calon-calon kepala daerah itu banyaklah dibelakang mereka pemodal kampanye dari pengusaha tambang. Diharapkan dengan menghilangnya oligarki, pemimpin yang lahir pun benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat dan umat.


Referensi :

HR. Abu Dawud dan Ahmad

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Wilayah IV Kalimantan.

Hamzah, Fahri. (2007). Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat. Yayasan Faham Indonesia.

Pramula, Beni. (2015). Ironi Negeri Kepulauan. Jakarta: PT Gramedia.

Agung, Filemon. (2020). Peralihan Wewenang ke Pusat Dalam Omnibus Law Minerba Berpotensi Temui Masalah. (https://industri.kontan.co.id/news/peralihan-wewenang-ke-pusat-dalam-omnibus-law-minerba-berpotensi-temui-masalah

Arumingtyas, Lusia. (2020). KPA: RUU Cipta Kerja Ancam Reforma Agraria. (https://www.mongabay.co.id/2020/02/25/ruu-cipta-kerja-ancam-reforma-agraria

CNN Indonesia. (2020). Pasal Tambahan Izin Tambang di Omnibus Law Masuk RUU Minerba. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200511212926-85-502273/pasal-tambahan-izin-tambang-di-omnibus-law-masuk-ruu-minerba

Greenpeace Indonesia. (2018). Elite Politik Dalam Pusaran Bisnis Batu Bara. (https://www.greenpeace.org/indonesia/publikasi/1243/elite-politik-dalam-pusaran-bisnis-batu-bara/

Riana, Friski. (2021). Banjir Kalsel: Jatam Nilai Akibat Hutan Berganti Jadi Kawasan Tambang dan Sawit. (https://nasional.tempo.co/read/1424088/banjir-kalsel-jatam-nilai-akibat-hutan-berganti-jadi-kawasan-tambang-dan-sawit)

JADWAL MAJELIS KONTEN MAJALIS