Gambar Hammam atau Pemandian Umum
Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra
Ini adalah tulisan hasil pemikiran penulis ketika buang hajat. Mungkin terdengar konyol dan kotor. Tetapi hasil pemikiran dan observasi penulis ini menjadikan penulis tambah yakin dengan agungnya peradaban Islam. Penulis berani menilai, bahwa sebenarnya peradaban Islam jauh lebih agung daripada peradaban Barat. Maka sebelum kita membahas kenapa mengaitkan peradaban dengan toilet, mari kita ketahui dulu apa itu peradaban.
Menurut Koentjaraningrat, Peradaban adalah kata lain dari Kebudayaan. Kebudayaan sendiri menurut ilmu Antropologi, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. dalam memahami kebudayaan, ada yang mengatakan bahwa agama adalah bagian dari kebudayaan, sedangkan disisi lain, ada pula yang mencoba memisahkan agama dengan kebudayaan. Menurut Syed Naquib al-Attas, berdasarkan pandangan worldview Islam, tentu konteks yang lebih tepat adalah kebudayaan yang didasarkan kepada syariat Islam. Sehingga, peradaban lebih familiar disebut sebagai tamaddun atau madani dalam lingkungan intelektual muslim.
Kemudian, bagaimana tolak ukur peradaban itu dibilang maju atau tidak? Peradaban an sich adalah perangkat atau lembaganya, bukan dinilai dari tingginya gedung pencakar langit. Betapa banyak kaum-kaum yang mendapatkan laknat dan azab dari Allah SWT yang memiliki gedung-gedung tinggi dan kokoh, namun tidak beradab. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain, dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah, dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (QS. Al-Fajr: 6 – 14)
Kita mengetahui dari Al-Qur’an, bahwa di masa dahulu ada banyak kota-kota yang memiliki teknologi tinggi. Mereka membuat bangunan yang besar dan megah. Tetapi, semua itu bukanlah indikator negeri tersebut berperadaban. Mereka membuat kesewang-wenangan dan berbagai kerusakan dalam negeri. Mereka juga mendurhakai Allah SWT dan para Rasul utusan-Nya. Akhirnya mereka diazab dengan azab yang sangat pedih.
Sebab indikator kuatnya perangkat atau pelembagaan inilah Madinah disebut sebagai kota yang paling berperadaban. Jika ditilik lebih lanjut, Madinah sendiri tidak memiliki gedung-gedung pencakar langit yang mewah menjulang tinggi. Akan tetapi perangkat yang bekerjalah yang menyebabkan Madinah menjadi sumber cahaya yang menyinari seluruh dunia. Meskipun tidak ada Istana Negara bertahta emas berlian, tetapi kekuasaan pemerintahannya dapat membebaskan banyak negeri pada masa kejayaannya. Meskipun tidak memiliki bank, baitul maal Madinah terus bekerja untuk memberikan kesejahteraan kepada para kaum dhuafa. Meskipun tidak memiliki gedung mahkamah agung yang besar, namun wibawa para hukama nya mampu memberikan keadilan di tengah masyarakat. Perangkat yang berkembang inilah yang menjadikan peradaban Islam mampu memimpin dunia berabad-abad lamanya.
Sudut pandang orang tentu sangat beragam dalam memandang bagaimana cara kita mengatur dan melaksanakan kehidupan. Pada masa modern, kita mengetahui cara pandang secara global ada dua, yakni memadukan agama dengan urusan dunia (agamis) dan memisahkan agama dengan dunia (sekularis). Di era pencerahan, setelah Abad Kegelapan melanda Eropa, kalangan intelektual menganggap bahwa memisahkan urusan agama dan dunia akan membuat peradaban mereka lebih maju. Doktrin gereja yang jumud dianggap sebagai sumber keterbelakangan mereka. Pandangan ini dimulai dari era Galileo Galilei dan mendapatkan momentum pada era industri mesin uap. Pada masa perang dunia dan perang dingin, kalangan sekuler berebut dominasi, antara sekuler kapital-liberalis dengan sosialis-komunis. Perebutan dominasi dari perang dunia hingga perang dingin ini menyebabkan kehancuran dimana-mana. Maka setelah komunis berhasil ditumbangkan, Barat masih mencari rival peradabannya. Menurut Samuel Huntington dalam ‘The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order’, peradaban itu adalah Islam.
Setelah panjang lebar berbincang tentang peradaban, maka apa hubungannya dengan toilet? Dalam Islam, kebersihan dinilai sebagai bagian dari keimanan. Hal dasar dalam kebersihan dalam Islam adalah betapa bersihnya kita membersihkan najis yang keluar dari dubur dan qubul. Hingga ada ungkapan bahwa kebersihan itu sebagian dari iman. Saking mendetailnya pembahasan ini, Islam membagi bahwa air ada yang mutlaq dan ada yang musta’mal. Begitu juga najis, ada najis mughallazah, ada najis mukhaffafah, dan ada najis mutawassitah. Begitu juga dengan kondisi keluarnya kotoran dari tubuh. Ada hadas kecil yang hanya disucikan melalui wudhu, dan ada hadas besar yang harus dibersihkan dengan cara mandi.
Buang air dalam Islam bukanlah perkara sepele. Menurut Ustadz Tengku Zulkarnain, sebagaimana ibadah yang lain, setiap langkah cara buang air yang sesuai sunnah, maka perbuatan itu bernilai 1 hasanah. Misalnya dari awal masuk wc membaca doa, masuk dengan kaki kanan, berdehem setelah selesai buang air, keluar dengan kaki kiri dan membaca doa keluar wc. Semua kegiatan itu bernilai ibadah dan diganjar dengan satu hasanah. Satu hasanah itu sama bandingan nilainya dengan 10 kebaikan. Maka apabila kita setiap buang air mempraktekkan sesuai dengan tuntunan Baginda Nabi SAW, berapa banyak pahala yang bisa kita dapat? Sebaliknya, jika kita tidak betul-betul dalam istinja, maka akan mendapatkan azab, karena berimplikasi terhadap tidak sahnya ibadah kita. Maka membangun toilet umum sebenarnya adalah ladang pahala jariyah yang jarang dilirik.
Kita semua mengetahui, bahwa toilet standar barat adalah kloset jongkok dengan tisu sebagai alat pembersihnya. Kalangan barat tidak terlalu familiar dengan konsep toilet jongkok dengan air sebagai pembersihnya. Mereka lebih familiar dengan konsep toilet duduk dengan hanya tisu sebagai pembersihnya. Tentu kertas tisu adalah alat pembersih yang bisa digunakan. Hanya saja bagi kita kaum muslimin, benda tersebut adalah cara darurat jika tidak ada lagi air. Memang sejak masa dahulu, orang-orang Barat tidak mengerti caranya buang air. Mereka juga jarang mandi dan lebih sering menggunakan parfum untuk menutupi bau badan. Pemandian umum kembali popular di Eropa pada abad ke-17 setelah populernya hammam (pemandian) oleh bangsa Turki.
Menurut hasil penelitian, menggunakan toilet jongkok memiliki banyak kelebihan dari segi kesehatan. Sejumlah penelitian dan kajian medis menyebut, posisi jongkok saat BAB lebih efektif melancarkan proses BAB. Ini berkaitan erat dengan kinerja otot dan postur tubuh yang mendukung proses BAB. Posisi jongkok berfungsi mengoptimalkan ruang pembuangan tinja di anus sekaligus membuat otot di anus dan usus besar lebih rileks. BAB pun menjadi lebih mudah serta membantu memaksimalkan pengeluaran tinja. Sebaliknya pada posisi duduk, otot saluran cerna akan menekan rektum serta menyempitkan saluran dubur. Hal ini menghambat kelancaran BAB dan keluarnya tinja secara maksimal. Selain itu, toilet jongkok juga baik digunakan untuk ibu hamil karena dapat menjaga kekuatan otot panggul. Penelitian lain menyebutkan, BAB menggunakan toilet jongkok atau dengan posisi jongkok dapat membantu menjaga pergerakan usus, sehingga mencegah kembung, sembelit, dan wasir.
Hikmah dari istinja inipun memberikan berkah dan hidayah bagi beberapa orang. Ada kisah tentang muallafnya seorang perempuan di Inggris hanya karena pakaian dalam. Perempuan tersebut bekerja sebagai petugas laundry. Setiap hari petugas laundry itu membersihkan pakaian mahasiswa yang menumpuk setelah mereka bersenang-senang. Biasanya, pakaian dalam mereka masih menyisakan bekas kencing, muntah, dan bahkan kotoran lain setelah mereka berpesta. Hanya saja, ketika dia membersihkan pakaian mahasiswa dari Timur Tengah, dia mendapati bahwa hanya pakaian muslim Arab saja yang terlihat tidak kotor, tidak berbau, tidak kumuh dan tidak banyak noda di pakaiannya. Setelah belajar, perempuan itu mengetahui bahwa ajaran Islam yang menekankan kebersihan yang menyebabkan pakaian mereka tetap bersih. Singkatnya, perempuan tersebut akhirnya memeluk Islam.
Merenungi tulisan di atas, maka hendaknya kaum muslimin jangan merasa minder. Terkadang, kita meninggalkan kebiasaan toilet jongkok dan menggantinya dengan toilet duduk agar tidak dibilang kampungan. Toilet duduk dianggap sebagai bentuk kemajuan karena menggunakan indikator negara-negara Barat yang lebih maju. Padahal, toilet jongkok penuh dengan kearifan dan hikmah yang tersembunyi di tiap lekuk keramiknya. Maka sebagai kalangan muslimin, haruslah kita mengedepankan akal dibanding gengsi. Kita harus memiliki izzah tersendiri dengan cara tidak melulu membebek Barat, dimulai dari memilih toilet.
Referensi:
Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Natsir, Nanat Fatah. (2012). The Next Civilization: Menggagas Indonesia Sebagai Puncak Peradaban Dunia. Jakarta: Media Maxima.
Rajid, H. Sulaiman. (1994). Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Zarkasy, Hamid Fahmy. (2010). Peradaban Islam Makna dan Strategi Pembangunannya. Ponorogo: Centre for Islamic and Occidental Studies.
Adrian, dr. Kevin. (2019). Mana yang Lebih Sehat, Toilet Jongkok atau Toilet Duduk. (https://www.alodokter.com/mana-yang-lebih-sehat-toilet-jongkok-atau-toilet-duduk)
6. Sari, Eppi Permana. (2017). Petugas Laundry di Inggris Masuk Islam Gara-gara Cuci Pakaian Muslimah. (https://www.islampos.com/petugas-laundry-di-inggris-masuk-islam-gara-gara-mencuci-pakaian-muslimah-17106/)