Gambar Waterbuurt Amsterdam
Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra
Jika pembaca sering tafakkur dalam memperhatikan sejarah manusia, kita mengetahui kebanyakan peradaban yang maju dengan kota-kota megah berada di area sungai. Dalam konteks internasional, kita mengetahui peradaban Sungai Nil di Mesir, Sungai Huanghe (Kuning) di Cina, Sungai Indus dan Gangga di India, serta Sungai Eufrat dan tigris di Irak. Begitu pula di Nusantara, negeri yang sangat luas terhampar ini dikaruniai banyak sekali sungai di setiap jengkal wilayahnya. Banyak pula Bandar-bandar dan kerajaan yang memulai peradaban dari pinggir sungai. Misalnya Sungai Musi di Sumatera Selatan, Sungai Barito di Kalimantan Selatan, Sungai Mahakam di Kalimantan Timur, Sungai Kapuas di Kalimantan Barat, Sungai Batanghari di Riau, dan Sungai Bengawan Solo yang terbentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Sungai juga menjadi jantung kehidupan masyarakat di zaman dahulu, karena sungai menyediakan suplai air, ikan, dan penyangga transportasi utama.
Sungai yang menjadi sumber kehidupan bisa berbalik menjadi sumber bencana, jika tidak diperhatikan kelestariannya. Misalnya dikarenakan kebijakan politik ‘emas hijau’ pada tahun 1970-an, banyak sungai yang tercemar. Kebijakan yang menyatakan hutan adalah kekayaan alam yang tanpa regulasi bisa dieksploitasi, berdampak pada kerusakan lingkungan. Rusaknya hutan berimbas kepada rusaknya air sungai. Air sungai yang jernih menjadi menguning, airnya berlebihan ketika musim hujan dan kering kerontang ketika musim panas. Banjir besar berdampak pada rusaknya pasokan pangan, rumah-rumah hanyut, menimbulkan wabah penyakit, melumpuhkan aktivitas ekonomi, hingga hilangnya nyawa manusia. Selain itu, air sungai yang tercemar bisa menjadi sumber penyakit
Di dalam ajaran agama Islam, sektor perairan mendapatkan perhatian khusus. Sungai adalah bagian dari karunia dan rahmat Allah SWT. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:
“Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (QS. Fatir: 12)
Mengingat vitalnya sumber daya air, Rasulullah SAW bahkan sampai melarang kaum muslimin membuang sampah atau limbah di air yang tenang. Kenikmatan surga juga digambarkan dengan sebuah tempat yang indah dengan sungai-sungai mengalir dibawahnya. Maka urgensi untuk melakukan revitalisasi sungai adalah bagian dari melaksanakan perintah Allah SWT dan mensyukuri nikmat-Nya.
Salah satu cara untuk mengurangi dampak kerusakan sungai adalah dengan revitalisasi sungai. Pertanyaannya, bagaimana konsep revitalisasi sungai dalam Islam? Para ulama seperti Imam Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj dan Imam Bajuri Ibnu Qasim di dalam Kitab Hasyiah al-Bajuri mengeluarkan fatwa haram membangun bangunan di pinggir sungai. Semua bangunan yang berada dipinggir sungai harus segera dibongkar, bahkan jika itu sebuah masjid jami sekalipun. Fatwa ini berdasarkan pertimbangan ekologis yang mapan. Aktivitas pembangunan fisik di pinggir sungai berpotensi terhadap perubahan aliran air dan terbendungnya air sehingga menyebabkan banjir. Selain itu, bangunan di sekitar air akan berpengaruh kepada perubahan kualitas air permukaan, sedimentasi, dan sistem limbah.
Tetapi tentu apakah kita bisa melaksanakan fatwa tersebut di Indonesia? Terutama di wilayah Kalimantan yang daerahnya dipenuhi dengan sungai? Tentu kita boleh tidak sependapat dikarenakan beberapa hal. Yang pertama, konteks daerah tempat mereka berfatwa sangat mendukung, karena berada di wilayah kontinental dengan daratan yang sangat luas. Tgk Hasbi Ash-Shiddieqy dalam wacana Fiqih Indonesia menyatakan bahwa kondisi sosial dan geografis Indonesia berbeda dengan Hijaz, Mesir dan India. Sehingga, jika taqlid kepada mazhab yang hanya berada di satu daerah saja, mungkin ada ketidakcocokkan jika diterapkan di negara Indonesia. Kedua, konteks teknologi pembangunan dan sistem limbah yang mutakhir di zaman sekarang dapat mengatasi permasalahan yang tidak bisa dipecahkan di zaman dahulu. Sehingga, dalam melaksanakan pembangunan yang berwawasan lahan basah, tidak perlu dengan tangan besi main gusur tanpa ada solusi.
Wacana revitalisasi sungai ini lah yang sedang gencar disosialisasikan. Salah satu konstruksi yang sering menjadi sasaran adalah rumah lanting. Rumah lanting adalah salah satu rumah tradisional Kalimantan Selatan, khususnya di Banjarmasin yang mengapung diatas air. Rumah Terapung masih banyak dijumpai di sepanjang sungai di wilayah Kalimantan Selatan, sebagai produk arsitektur budaya sungai masyarakat Banjarmasin. Dari aspek fisik, dari dulu hingga kini bentuknya tidak pernah berubah, berbahan kayu, bagian dasarnya memanfaatkan batang kayu gelondongan atau drum sebagai fondasi untuk mengapungkan rumah. Dari aspek fungsi, rumah lanting merupakan rumah tinggal yang dibangun di atas air dengan konstruksi terapung.
Rumah lanting adalah konsep konstruksi kearifan lokal masyarakat Banjar. Rumah lanting memiliki nilai penting sebagai pelestarian kebudayaan sungai, walau menyimpan berbagai macam problematik. Terlepas dari konsep kearifan lokal yang melekat kuat darinya, rumah lanting dianggap memiliki kesan jorok dan kumuh. Rumah lanting dituduh menjadi penghambat laju arus sungai dan merusak hutan dan daerah aliran sungai bagian hulu. Padahal, rumah lanting yang menghambat laju arus sungai justru menjadi membantu menahan banjir. Selain itu, rumah lanting juga bisa sedikit berperan menahan erosi pantai sungai, karena dapat mengantisipasi gelombang yang diakibatkan oleh padatnya lalu lintas air.
Kita bisa meniru Belanda yang tetap bisa membangun rumah di pesisir tanpa merusak lingkungan. Misalnya perumahan Waterbuurt, kompleks rumah apung yang berada di sekitar Danau Eimer, Amsterdam, Belanda. Waterbuurt dalam bahasa Belanda yang berarti ‘kawasan air’. Terdapat 100 rumah terapung di kompleks perumahan tersebut. Perumahan Waterbuurt memiliki desain yang unik dan nyaman. Menariknya, rumah-rumah tersebut dibangun di galangan kapal sekitar 65 km sebelah utara Danau Eimer dan kemudian diangkut melalui jaringan kanal. Perumahan Waterbuurt dianggap menjadi solusi di tengah ancaman mencairnya lapisan es dan harga tanah rumah di pusat kota yang semakin mahal. Sistem pembuangan limbah dan sampah juga sudah diatur sedemikian rumah agar tidak mengganggu ekosistem perairan.
Tentu dalam menangani sungai akan mendapatkan banyak pilihan dilematik. Tetapi, jika kita bersungguh-sungguh mencari solusi yang ada, pasti akan ada jalannya. Revitalisasi sungai adalah wacana untuk membangun sebuah kota yang berkelanjutan. Perbedaan fiqih tetap harus dihargai, namun tetap mempertimbangkan sisi geografis, sosiologis dan antropologis masyarakat. Permasalahan di lingkungan perairan sekarang dapat diatasi dengan teknologi canggih. Tentu dukungan dari berbagai pihak untuk mengentaskan masalah tersebut diperlukan, agar sungai kita tetap lestari, bersih, dan bebas dari pencemaran.
Referensi:
Ali Hasymi, Satu Telaah Tentang Konsep Islam dan Realita Mengenai Lingkungan Perairan dalam Abdullah, Taufik dkk. (1993). Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini dan Esok. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal.
Gunardo. (2014). Geografi Politik. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Septianingrum, Anisa. (2019). Sejarah Ringkas Terbaik Dunia Kuno Empat Benua. Yogyakarta: Unicorn Publishing.
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. (1962). Syari’at Menjawab Tantangan Zaman. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Aninki, Niken. (2021). Daftar 10 Sungai Terpanjang di Indonesia, Tersebar di Beberapa Pulau. (https://katadata.co.id/intan/berita/615e773d648dc/daftar-10-sungai-terpanjang-di-indonesia-tersebar-di-beberapa-pulau)
Ditwtb. (2019). Arsitektur Rumah Lanting. (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/arsitektur-rumah-lanting/)
7. Redaksi Kumparan Travel. (2020). Waterbuurt, Kompleks Rumah Apung Terbesar di Belanda. (https://kumparan.com/kumparantravel/waterbuurt-kompleks-rumah-apung-terbesar-di-belanda-1un2GOp0qpO/full)