Majalis Logo Tentang Kami

Menyembuhkan Pasien dengan Pistol Laser

Menelisik Akar Perdukunan di Indonesia

Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra

Netizen Indonesia dibuat geger dengan fenomena yang muncul akhir-akhir ini. Fenomena tersebut berawal dari konten Youtube Pesulap Merah yang sering membongkar praktek perdukunan. Dengan ilmu sulap yang dia miliki, pesulap merah mulai merontokkan trik-trik sihir yang digunakan oleh para dukun. Puncaknya adalah ketika Pesulap Merah mendatangi padepokan Gus Samsudin, seorang dukun yang mengaku sebagai seorang yang memiliki ilmu hikmah. Polemik ini berujung kepada penutupan padepokan Gus Samsudin oleh warga setempat. Fenomena ini kemudian membuat para dukun lainnya. Para dukun yang terhimpun dalam Asosiasi Dukun Indonesia melaporkan Marchel Radhival sang Pesulap Merah ke polisi. Alasan pengaduan pun membuat geleng-geleng kepala, karena membuat para dukun kehilangan mata pencaharian disebabkan trik mereka dibongkar.

Perlawanan masyarakat yang gerah akan praktek dukun ini sebelumnya juga sudah pernah terjadi. Bahkan cara melawannya jauh lebih keras daripada Pesulap Merah. Yakni pernah terjadi pada Februari hingga September 1998 silam. Saat itu terjadi sebuah pembantaian yang populer dengan nama ‘geser santet’ atau tragedi Banyuwangi. Pada saat itu, masyarakat geram dan resah terhadap maraknya praktik perdukunan. Entah dari mana, tiba-tiba muncul gerakan untuk menggerebek praktik perdukunan. Dari cara mendatangi beramai-ramai sampai para dukun dibunuhi secara senyap. Ada pula para rombongan pembunuh sadis yang datang diangkut truk. Puncaknya sampai ada 2 hingga 9 orang terbunuh dalam waktu satu hari. Para dukun pun sempat meminta perlindungan kepada pihak kepolisian setempat. Total korban yang meninggal dalam kejadian ini mencapai 115 orang. 

Dalam sejarah Islam, sihir pertama kali diajarkan kepada bangsa Babilonia. Malaikat yang diturunkan ke bumi menjadi manusia bernama Harut dan Marut lah yang mengajarkannya kepada bangsa manusia. Trik sihir ini kemudian digunakan oleh para penasehat Firaun untuk melakukan legitimasi terhadap kekuasaannya. Namun trik sihir ini bisa dipatahkan oleh Nabi Musa AS dengan mukjizat aslinya. Para tukang sihir itu pun kemudian bertaubat dan beriman kepada Allah SWT. Sihir kemudian kembali diajarkan oleh para setan dan jin yang membelot dari Nabi Sulaiman AS. Salah satu jin sakti yang memiliki sihir hebat adalah Jin Ifrit, yang mengaku dapat memindahkan singgasana Ratu Bilqis dengan jeda beberapa menit. Namun, kesaktian jin itu bisa dikalahkan oleh seorang wali Allah SWT dari kalangan Bani Israil yang bisa memindahkan singgasana dalam sekejap mata. 

Di Nusantara, Praktik perdukunan memang sudah mengakar lama pada masa pra-Hindu-Buddha. Clifford Geertz di dalam bukunya The Religion of Java, mempunyai kesimpulan terhadap pola beragama masyarakat Nusantara. Ia membagi kelompok Islam di Indonesia menjadi tiga golongan, yakni golongan Santri, golongan Abangan dan Priyayi. Kalangan dukun ini biasanya masih disegani oleh kalangan Abangan yang menyisakan keyakinan animisme. Perilaku Abangan bisa merepresentasikan sebagai kelompok petani pedesaan yang kurang memperhatikan doktrin Islam secara mapan. Abangan lebih mengedepankan kepercayaan-kepercayaan lokal berupa klenik yang berbau mistis sehingga memberikan kesan sebagai kelompok masyarakat yang kurang taat. Kepercayaan kuat Islam Abangan akan sinkretisme mempersulit gerakan fundamentalisme atau pemurnian Islam di kalangan masyarakat Muslim yang mengusung pembaharuan (modernisasi) untuk menghilangkan kepercayaan yang berbau takhayul dan khurafat.

Kalangan Islam yang masih tidak bisa lepas dengan ajaran nenek moyang menjelma menjadi aliran kebatinan atau kejawen. Menurut Ahmad Khalil, kebatinan merupakan kebudayaan spiritual kraton Jawa yang sudah sangat tua. Ajaran di dalamnya sudah terjadi sinkretisme, yakni percampuran ajaran agama Islam dengan falsafah Jawa kuno. Ajaran Islam hanya diserap sebagian, terutama dalam aspek mistik Islam. Karena sebelum masuknya Islam, kerajaan Hindu-Buddha sudah mengakar di masyarakat, dan pengaruhnya sulit digeser. Misalnya seperti ajaran warangka manjing curiga, adalah perlambangan masuknya wadah ke dalam isi. Ajaran ini menggunakan simbol keris sebagai permisalan. Ajaran ini mengajarkan bahwa sifat ketuhanan yang berada di dalam diri manusia, seperti dewa Wisnu menitis ke dalam diri Krishna. Ajaran ini lebih mirip ajaran wihdatul wujud yang diusung oleh al-Hallaj. Fenomena ini merupakan implikasi akulturasi budaya tanpa batasan yang jelas. Sehingga, kebudayaan yang awalnya digunakan sebagai sarana dakwah, akhirnya menjadi alat untuk mencampuradukkan akidah.

Ada perbedaan mendasar dari apa yang dimaksud mistisisme, dalam hal ini adalah mistik yang hidup di kalangan santri (Islam) yang lebih dikenal dengan tasawuf (Sufisme) dan mistik yang dipengaruhi buku-buku karya pujangga Keraton Solo dan Yogyakarta yang dikenal dengan kebatinan. Persaingan dan pertarungan antara sufisme dan kebatinan dalam produk mistik mereka sampai saat ini belum berakhir. Pertarungan babak baru dimulai ketika timbulnya gerakan yang ingin mendirikan hukum Islam, dan ingin melenyapkan unsur-unsur kejawen dari tubuh mereka (aliran kebatinan) dari Islam sehingga kembali kepada syariat Islam yang benar menurut Al-Qur’an dan Hadist. Pada dasarnya ajaran-ajaran mistik Jawa atau kebatinan pada mulanya berkembang dan tersimpan dalam berbagai macam serat wirid dan serat suluk, seperti misalnya Wirid Hidayat Jati, Maklumat Jati, Centini, Wehatama, Wulangreh, Suluk Sukma Lelana, Malang Sumirang, Suluk Wujil, Sastra Gendhing, Jati Swara, Kunci Swarga, dan lain-lainnya. Kesemuanya adalah kitab-kitab yang mempertemukan tradisi Jawa dengan unsur-unsur Islam, terutama unsur Tasawufnya. Hampir semua ajaran kebatinan mengenal nafsu-nafsu amarah, lauwamah, dan mutmainah, dari ajaran Imam al-Ghazali. 

Menurut H.M. Rasjidi, pertentangan antara Islam dan kebatinan adalah perbedaan dalam gambaran tentang Tuhan, khususnya tempat tinggal Tuhan. Beliau melihat dalam aliran-aliran kebatinan pengaruh dari sastra Jawa, khususnya serat Centini dan Ranggawarsita masih ada pengaruh dari theosofis dan okultisme. H.M. Rasjidi juga mengatakan bahwa orang jawa tidak kenal jiwa Islam yang sesungguhnya. Pengajaran di pesantren-pesantren bersifat formalistis, bahkan memuat bahasa Arab, ilmu gaib dan takhayul, ditelan secara tidak kritis. Mengenai peranan Islam di Jawa khususnya hubungannya dengan kebatinan. Secara rentang usia, di Jawa kaum kebatinan sebagai kelompok sosial yang jauh lebih tua daripada umat Islam. Pastilah juga kuantitatif dan kualitatif lebih besar. Bila diketahui bahwa golongan kebatinan tidak menentang Islam sebagai Islam, melainkan sifatnya yang formalitas dan legalitas. Banyak orang yang mengikuti kebatinan, secara resmi mengaku sebagai Muslim. Bahwa perbedaan dengan kebatinan dicari dalam perbedaan mengenai gambaran Tuhan dan dalam keharusan menghayati jiwa Islam, suatu penghayatan yang lebih mendalam, menunjukkan bahwa scope agama Islam searah dengan kebatinan. Mereka pun menekankan tema ketuhanan, pamoring kawula gusti, penghayatan dari dalam, dan heneng-hening.

Untuk membedakan antara Islam yang murni dengan aliran kepercayaan, maka dibentuklah suatu organisasi kebatinan yang bersifat federal dengan nama BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia), dibawah pimpinan Mr. Wongsonegoro . BKKI ini mulanya berpusat di kota Semarang, kemudian dipindahkan ke Jakarta. Dengan lahirnya organisasi badan kebatinan baru ini maka gerakan-gerakan dan ajaran-ajaran mistik yang tadinya hanya bercorak individu dijelmakan menjadi organisasi dengan ber anggaran dasar dan rumah tangga. Bila ditinjau dari sudut unsur-unsur Agama, filsafat, mistik, psikologi, ekonomi, dan politik, gerakan-gerakan mistik yang menamakan dirinya agama tidak memberikan bekas yang sehat dan bermanfaat. Terutama untuk kepentingan umat manusia dan kebahagiaan masyarakat Indonesia, sehingga pemerintah membentuk badan Inter-Departemental yang diberi nama PAKEM (Pengawas Aliran-aliran Kepercayaan Masyarakat). 

Setelah simposium yang bersifat nasional pada tahun 1970, kepercayaan masyarakat menamakan diri Aliran Kepercayaan yang meliputi Kebatinan, Kerohanian, dan Kejiwaan, dan membentuk Badan Kerjasama Aliran Kepercayaan. Setelah diakui secara de facto oleh pemerintah, pada 1978 kebijaksanaan pemerintah dalam menghadapi Aliran Kebatinan atau Aliran Kepercayaan, tergambar di dalam ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. Diakuilah eksistensi aliran kebatianan dengan istilah Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi pemerintah tidak mengakuinya sebagai Agama. Walaupun demikian pemerintah membinanya, membina agar tidak mengarah kepada pembentukan agama baru dan benar-benar sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun nama aliran-aliran paham kebatinan yang terkenal yaitu: Pangestu, Sumarah, Sapta Darma, Perjalanan, Hardopusoro, Bratakesawa, Subud, Ratu Adil, Bakekok, Klenik, Mangesti, Ngrogoh Sukmo, Budi Sejati, Samman, Nur Cahaya, Budha Putih, Ilmu Sejati, Kebatinan Mnunggal, Islam Jawi, Islam Sejati, Ilmu Makrifat, Agama Ngesti, Kasepuhan Kesucian, Imam Mahdi, Ilmu Kebatinan, Panunggalan, Islam Samin, dll.

Di Dalam Islam, mendatangi dukun tukang ramal, dan yang sejenisnya adalah perbuatan yang haram dan syirik. Entah itu jenis dukun yang memiliki khadam jin, dukun yang bisa meramalkan masa depan, dukun santet, atau yang mengaku bisa melihat barang hilang dengan ‘mata batin’. Dalam beberapa riwayat, Nabi Muhammad SAW menyampaikan larangan mempercayai dukun. Salah satunya adalah adalah sabda beliau: 

Barangsiapa yang mendatangi seorang peramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” (HR Muslim)   

Dalam hadits lain, Nabi saw menyampaikan, orang yang berkonsultasi ke dukun atau peramal kemudian mempercayai ucapannya, maka ia telah dianggap kafir. Rasulullah SAW bersabda: 

Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR Ahmad) 

Para dukun juga biasanya menggunakan rapalan mantra atau rajah dan bahkan bertuliskan askara Arab. Sehingga orang menyangka yang ditulis adalah tulisan Al-Qur’an yang sesuai dengan agama. Rajah-rajah yang bertuliskan arab banyak ditulis dan disalah gunakan sebagai sihir. Syeikh Abu Fadlol as-Senori at-Tubani, seorang Kiai yang terkenal dengan gelar Singa Lirboyo pernah menyatakan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang terlarang. Tulisan rajah-rajah tersebut juga sering dinisbatkan kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu, padahal kenyataannya itu adalah kebohongan semata. Beliau juga menyatakan bahwa kitab Syamsul Ma’arif dan kitab Manba’u Ushul al-Hikmah yang ditulis oleh Syeikh Al-Buni termasuk kategori kitab sihir. 

Buya Natsir dalam Islam dan Akal merdeka menegaskan, bahwa Islam menggunakan instrument akal untuk mendukung iman. Islam adalah agama yang berdiri atas iman dan logika yang dibimbing iman, bukan atas doktrin takhayul.  Logika Islam dikembangkan melalui ilmu kalam yang dirintis oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Imam Asy’ari membuka pemikiran dan mendukung rasionalitas logika dalam memahami ajaran agama. Memang pada awalnya beliau mengikuti mazhab Muktazilah. Namun akhirnya beliau kembali kepada mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah ketika menyadari berbagai kecacatan metode dalam paham Muktazilah. Imam Asy’ari dengan teori ainusy syai tidak kalah dengan teori filsafat das Ding an sich Immanuel Kant. Teori qadha dan qadar Imam Asy’ari juga tidak kalah dengan teori Harmonia Praestabilia Gottfried Leibniz. Itulah mengapa ilmu kalam Imam Asy’ari mampu mematahkan teori filsafat kalangan Barat. Imam Asy’ari dapat menjelaskan akidah salaf dengan sistematika berpikir filsafat. 

Dari Pesulap Merah mata kita terbuka, bahwa dukun itu kebanyakannya adalah bohong dan dusta. Mereka hanya menggunakan trik sulap untuk menipu kliennya. Meskipun makin kesini, sudah banyak dukun penganut sinkretisme yang bertaubat, seperti Ki Joko Bodo. Kalaupun dukun itu benar, sudah ada larangan dari Rasulullah SAW untuk mendatangi dan meminta bantuan mereka. Jika memang benar mereka mampu mengamalkan santet, kenapa lebih memilih jalur hukum untuk memberi efek jera kepada pesulap merah? Jika mereka memang punya ilmu penglaris, kenapa mereka harus khawatir rejeki mereka hilang karena trik perdukunannya dibongkar? Kenapa harus mengelak dari jarum suntik jika memang punya ilmu kebal? Maka tentu saja ke dukun tidak akan menyelesaikan masalah. Toh jin-jin piaraan dukun itu hanya bisa meminta tumbal, tapi tidak memiliki kontribusi apa-apa dalam pembangunan bangsa. Disaat negara-negara Arab memikirkan untuk membangun kota yang futuristik sampai wacana koloni di Mars, orang Indonesia masih tidak bisa mengatasi masalah perdukunan. Hingga sekarang, ratusan dukun di Indonesia yang mengaku sakti, tetap tidak bisa menemukan keberadaan Harun Masiku dan Eddy Tansil.


Referensi :

  1. Kartapradja, Kamil. (1985). Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Masagung.

  2. Natsir, Mohammad. (2022). Islam dan Akal Merdeka. Jakarta: Gema Insani.

  3. Qomar, Mujamil. (2017). Studi Islam di Indonesia. Malang: Madani.

  4. Rasjidi, H.M. (1967). Islam dan Kebatinan. Jakarta: Yayasan Islam Studi Club Indonesia.

  5. Sa’id, M. Ridlwan Qoyyum Sa’id. (2004). Fiqh Klenik: Fatwa-Fatwa Ulama Menyorot Tarekat dan Mistik. Kediri: Mitra Gayatri.

  6. Simuh. (1996). Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

  7. Abror, Muhamad. (2022). Dukun Menurut Islam: Definisi dan Bahaya Mempercayainya. (https://islam.nu.or.id/syariah/dukun-menurut-islam-definisi-dan-bahaya-mempercayainya-RlQ9I

8. Darmawan, Rizky. (2022). Sejarah Kelam Tragedi Pembantaian Dukun Santet Banyuwangi 1998. (https://daerah.sindonews.com/read/852057/704/sejarah-kelam-tragedi-pembantaian-dukun-santet-banyuwangi-1998-1660122516)

JADWAL MAJELIS KONTEN MAJALIS