Gambar Minuman Kopi
Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra
Pernah suatu kali mendengar ceramah dari Prof Renald Kasali, beliau pernah ditanya oleh orang luar tentang ‘Apa itu Nongkrong?’, beliau menjawab dengan satu kalimat:
‘hanging out runs so deep that there is a word for sitting, talking and generally doing nothing’
Jika diterjemahkan secara bebas, berarti nongkrong begitu dalam sehingga ada perbincangan untuk duduk, berbicara dan umumnya tidak melakukan apa-apa. Seketika gelak tawa keluar begitu saja dari mulutku. Tapi sekelebat pikir, penulis tiba-tiba merenung, apa benar semua nongkrong itu bersifat lagho (sia-sia)?
Jika ditilik dari pernyataan berbahasa Inggris di atas, tentu saja kita langsung menyimpulkan bahwa hal itu sia-sia. Namun, coba kita renungi situasi kondisi seperti ini. Misalnya kita bandingkan antara seorang yang beribadah di dalam rumahnya dengan sekumpulan orang yang nongkrong di pinggir jalan. Yang mana yang kiranya lebih bermanfaat? Tentu kita berpikir beribadah di dalam rumah jauh lebih baik, dan tentu pahalanya jauh lebih jelas. Tetapi coba kita pikirkan kembali, apabila ada kejadian kecelakaan di jalan raya di tengah malam, siapa yang berpotensi untuk menolong pertama kali? Tentu yang nongkrong di pinggir jalan.
Maka apa yang bisa kita Tarik hikmah dari uraian tadi? Apakah kita bisa menyimpulkan bahwa nongkrong lebih baik dari munajat ibadah? Tentu tidak segampang itu. Penulis hanya ingin memberi perspektif lain. Bisa jadi hal-hal yang kita anggap remeh atau sia-sia, ternyata bisa menjadi sangat bermanfaat bagi orang lain. Ada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dibandingkan. Semua orang memiliki kesempatan untuk berbuat kebaikan. Toh, pintu surga bukan hanya satu kan?
Nongkrong tidak lengkap jika tidak ada temannya. Kopi adalah kawan sejati bagi orang-orang yang hobi nongkrong. Nongkrong dan ngopi adalah dua kata yang saling berpadu. Nongkrong tidak afdhol tanpa ngopi, dan menyeduh kopi tanpa nongkrong hanyalah aktivitas meminum kopi biasa. Kopi pertama kali ditemukan di Ethiopia, Afrika Timur, pada abad ke-9. Orang yang pertama kali menemukan kopi adalah seorang penggembala kambing di Ethiopia. Kopi masuk ke Nusantara pada masa kolonialisme Belanda. Pada tahun 1696, Belanda membawa bibit kopi pertama dari Malabar, India, ke Pulau Jawa. Bibitnya sendiri berasal dari Yaman. Belanda kemudian membuka beberapa kebun kopi dan mempekerjakan buruh pribumi. Pada 1945 seluruh perkebunan kopi diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan menjadi salah satu komoditas terbesar di negeri ini.
Ketika kopi diberi imbuhan dengan kata kerja, yakni ngopi, maka maknanya akan berubah. Ngopi bukan sekedar kegiatan menenggak air berkafein, bukan sekedar menghirup aroma robusta atau arabica. Tetapi dibalik ngopi itu ada kesahajaan, ada ketentraman, ada jeda untuk berpikir, ada kenikmatan yang dirasa. Hakikat ngopi bukan sekedar menghilangkan dahaga. Ngopi juga bukan seremeh anak muda pengangguran yang mendendangkan lagu indie. Ngopi jauh lebih bermakna dari semua itu.
Karena khasiatnya yang menghilangkan kantuk, kopi menjadi minuman wajib para ulama. Para ulama, terutama ulama sufi meminum kopi agar bisa menolak rasa ngantuk saat qiyamul lail dan berdzikir di malam hari. Para ulama juga biasa menghidangkan kopi di majelis-majelis ilmu dan forum musyawarah bahtsul masa’il untuk membantu fokus jamaah dalam menyimak ilmu agama. Dengan berbagai keutamaannya, sampai ada ulama yang menulis kitab tentang keutamaan kopi. Misalnya Al-Allamah Syekh Ikhsan Jampes Kediri dalam kitabnya Irsyadul Ikhwan fi Syurbil Qohwah wa Addukhon, juga Syekh abdul Qodir Bin Syekh dalam kitab Shofwatu as-Shofwah fi Bayan Hukmil Qohwah. Mereka bahkan memuji minuman kopi dan mensunnahkan meminum kopi dengan niat membantu untuk taqarrub kepada Allah SWT.
Karena minuman kopi semakin banyak diminati, muncul kedai-kedai khusus untuk menjual kopi. Kedai atau warung kopi ini lah yang menjadi cikal bakal café dewasa ini. Warung kopi sederhana biasanya menyediakan kopi hitam dengan berbagai jajanan sebagai menu pelengkap. Warung kopi sering menjadi tempat melepas penat, melepas canda tawa, melepas beban hidup yang menaiki Pundak. Warung kopi juga bisa menjadi penghubung antara semua kelas sosial. Warung kopi bahkan bisa menjadi tempat konsultasi hukum. Seperti Hotman Paris, pengacara kondang yang membantu permasalahan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Kedai Kopi Joni. Warung Kopi juga menjadi inspirasi bagi grup pelawak legenda Indonesia, Warkop DKI.
Bukan cuma penyambung kata, warung kopi juga menjadi tempat meleburnya pemikiran. Tak jarang peristiwa besar dalam sejarah, terutama revolusi, dirancang di sudut warung kopi. Tokoh Revolusi Perancis, Voltaire, melahirkan ide dan gagasan Revolusinya di kedai kopi. Ia memang pecandu kopi berat dan mampu menghabiskan 50 cangkir kopi dalam sehari. Tokoh lain yang juga Saad Zaghul, salah satu tokoh Revolusi Mesir 1919 dan menjadi Perdana Menteri pertama Mesir. Beliau merancang perlawanan terhadap Inggris dari kedai kopi.
Karena kuatnya magnet kedai kopi, para ulama pembaharu juga melakukan dakwah dan pergerakan di tempat ini. Misalnya as-Syahid Imam Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin memilih berdakwah melalui kedai kopi. Imam Hasan al-Banna memiliki alasan tersendiri untuk menjadikan kedai kopi sebagai tempat berdakwah. Alasannya beliau tidak mau terlibat dalam berbagai faksi keagamaan lokal. Hal yang sama dilakukan oleh Syeikh Jamaluddin al-Afghani. Beliau membagi waktu di siang hari mengajar di kelas, dan di malam hari mendatangi kedai kopi. Di kedai kopi, sangat banyak orang-orang yang siap bertanya pada Jamaluddin Al-Afghani mengenai persoalan filsafat, politik, agama, dan sebagainya. Kalangan yang bertanya pada Jamaluddin Al-Afghani yakni mulai dari kalangan apoteker, sastrawan, dokter, ahli sejarah, bahkan ahli saintis. Pertemuan dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang, memperluas cakrawala keilmuan beliau disamping ilmu agama Islam.
Majalis.id sendiri dibentuk oleh anak muda yang suka nongkrong dan ngopi. Pada mulanya, penulis dan kawan-kawan founder Majalis memang senang ke majelis ta’lim. Sepulang dari majelis ta’lim, baik itu dari Masjid Sabilal Muhtadin yang pada masa itu diisi oleh KH Ahmad Zuhdiannor (Abah Guru Zuhdi) atau sepulang dari Masjid Al-Jihad yang diisi para asatidz Muhammadiyah, kami singgah di warung nasi kuning Pasar Lama. Ada siklus tema tongkrongan yang biasanya menjadi alur pembicaraan. Biasanya kami membahas isi kajian yang disampaikan, merembet ke arah politik, fenomena aktual, hingga menggunjing keadaan kampus. Selayaknya isi obrolan lelaki di tongkrongan, polanya kurang lebih diawali dengan cerita nostalgia semasa sekolah – curhat pekerjaan – menggunjing tokoh politik – tanda-tanda kiamat kubro – filsafat Islam.
Teman-teman yang lain awalnya juga senang mengajak nongkrong. Tetapi kami biasanya kami datang terlambat karena pulang dari pengajian. Biasanya kami memasukkan bahan pengajian yang sudah kami dengar ke dalam obrolan tongkrongan. Mendengar pembicaraan kami yang sangat asyik, teman-teman yang lain pun akhirnya penasaran dengan isi ceramah pengajian yang kami ikuti. Kawan-kawan yang awalnya tidak pernah ikut pengajian akhirnya menjadi ikut dan rajin ikut ke pengajian. Obrolan yang awalnya tanpa makna, bisa lebih bermakna dengan nongkrong setelah pengajian.
Sampai suatu saat ada pertanyaan dari seorang teman. Apakah majelis ta’lim di Banjarmasin hanya di Masjid Sabilal Muhtadin dan di Masjid Al-Jihad saja? Tentu kami jawab banyak sekali majelis ilmu di Banjarmasin, hanya saja yang terkenal hanya dua tempat ini. Dari sinilah kami mempunyai ide agar bisa mendata sebanyak mungkin jadwal pengajian di Banjarmasin dan sekitarnya. Sekarang, semua informasi itu dirangkum dalam website Majalis.id. Kami akhirnya membuat tangga baru puncak obrolan lelaki di warung kopi. Dari obrolan biasa menjadi tempat mengembangkan proyek sosial-keagamaan.
Pada akhirnya, kopi bukan sekedar cairan berwarna hitam atau coklat. Kopi bukan sekedar minuman penghilang kantuk dan dahaga. Tapi kopi bisa menyatukan pemikiran, menghilangkan kesenjangan, dan menghubungkan yang terputus. Ngopi yang menjadi kata kerja dari meminum kopi bukan sekedar kegiatan tanpa makna. Ada banyak peluang, gagasan, dan proyek yang lahir dari kegiatan ini. Karena hakikat ngopi adalah menjaga silaturahmi. Sebagaimana pesan Baginda Nabi, silaturahmi bisa memperluas rezeki. Jadi, kapan kita bisa bersua sambil ngopi, lagi?
Referensi:
Gardjito, Murdijati dan Dimas Rahadian. (2011). Kopi. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Budi, Dimas Prastiyo. (2021). Ternyata Hasan Al Banna dan Al Afghani Berdakwah di Kedai Kopi! (https://ibtimes.id/berdakwah-di-kedai-kopi/)
Haq, Alief Yoga Dhiyaul. (2020). Khitah Perjuangan Minum Kopi. (https://rahma.id/khitah-perjuangan-minum-kopi/)
Haq, Moh Nasirul. (2015). Qohwah (Kopi) Minuman Para Sufi. (https://www.nu.or.id/opini/qohwah-kopi-minuman-para-sufi-yDYcV)
5. Yuliandri, Mustika Treisna. (2021). Sejarah Singkat Masuknya Kopi ke Indonesia (https://ottencoffee.co.id/majalah/sejarah-singkat-masuknya-kopi-ke-indonesia)